Tidak
ada perbedaan pengertian yang jelas antara istilah “patogenitas” dan “virulensi”. Patogenitas
berarti kesanggupan mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit atau menghasilkan
luka yang progresif. Virulensi
menggambarkan suatu derajat kepatogenan, yaitu suatu organisme yang disebut
virulen bila dalam jumlah sedikit dimasukkan kedalam inang memperlihatkan
patogenitas yang jelas. Banyak ahli-ahli yang menggunakan istilah patogen dalam
arti “kualitatif”
dan virulen dalam arti “kuantitatif”.
Dua
istilah lain yang sering menimbulkan kebingungan, yaitu avirulen dan dilemahkan
(attenuated). Suatu galur yang avirulen pada umumnya adalah yang tidak dapat
menimbulkan infeksi. Batas antara avirulen total dan virulensi seringkali sukar
ditentukan. Suatu galur yang dilemahkan (attenuated) pada mulanya virulen,
tetapi virulensinya telah dilemahkan untuk keperluan khusus. Sifatnya masih
tetap dapat menimbulkan pembentukan antibodi, tetapi tidak mengakibatkan timbul
penyakit yang jelas.
Virulensi
dapat juga dipandang sebagai hasil efek kerja tiga komponen, yaitu sebagai
berikut (a) kesanggupan dapat memulai infeksi dan memelihara infeksi itu dalam
tubuh inang (infectiousness)
(b) mempunyai daya untuk masuk terus dalam tubuh inang setelah infeksi pertama (invasiveness) (c)
kesanggupan melukai inang sekali infeksi telah terjadi (patogenitas).
Kesanggupan
dapat memulai suatu infeksi, tidak selalu harus memiliki sifat patogenitas yang
hebat. Infeksi dan bahkan invasi sering terjadi tanpa timbul atau menampakkan
suatu penyakit yang jelas misalnya kebanyakan orang dewasa bila terhadapnya tes
tuberkulin
akan memberikan reaksi positif, tetapi sedikit diantaranya yang jelas menderita
TBC. Kesanggupan dapat mengadakan infeksi tergantung pada banyak sifat-sifat
yang kompleks yang beberapa diantaranya masih belum diketahui, tetapi yang
jelas ialah bahwa parasit itu harus sanggup mengatasi alat pertahanan inang
seperti antibodi dan
fagosit yang
dapat menahan bahkan menghancurkan banyak macam mikroorganisme patogen.
Daya
invasi (invasiveness) tergantung pada kesanggupan parasit itu meninggalkan
tempat infeksi pertama dan tumbuh dalam jaringan lain. Invasi kedalam darah dan
jaringan dapat saja tidak menimbulkan penyakit yang nyata tergantung pada sifat
organisme itu dan resistensi inang. Dalam mengadakan invasi ini dapat saja
terjadi perubahan sifat dari infeksi menjadi komensal atau mikroorganisme itu
mendapat keuntungan khusus dengan keadaan dalam tubuh inang, misalnya dapat
membentuk "kapsul" untuk melindunginya terhadap efek
fagositosis dan antibodi. Ada pula yang dapat menginvasi dan tumbuh dalam
darah, dalam hal ini timbul keadaan-keadaan yang disebut bacteriemia, viraemia,
dan rickettsaemia. Septikaemia atau disebut juga keracunan darah adalah
istilah yang dipakai untuk menyatakan bahwa mikroorganisme dan atau toksinnya
beredar dalam darah.
Daya
invasi ini diperhebat oleh eksoenzim yang dibentuk oleh mikroorganisme untuk
menyerang pertahanan inang misalnya beberapa macam bakteri patogen membentuk
zat berupa enzim yang dinamakan leukosidin yang dapat mematikan
leukosit. Streptokokus yang menyebabkan "scarletfever"
(erisipelas) dan septikaemia membentuk aktivator enzim yang dinamakan streptokinase
atau fibrinosilin. Enzim ini membantu menghancurkan fibrin yang membekukan
darah yang melingkari tempat luka atau infeksi sebagai tanggul. Dengan
hancurnya tanggul ini bakteri dapat mengadakan invasi sampai jaringan-jaringan
yang letaknya lebih jauh.
Hialuronidase
adalah suatu enzim yang menghancurkan asam hialuron, yaitu zat pengikat
antarsel, yang secara normal menghalangi mikroorganisme menembus jaringan. Itu
sebabnya hialuronidase disebut "spreading factor". Beberapa
organisme membentuk enzim lipolitik misalnya lesitinase. Enzim ini menyebabkan
penghancuran eritrosit (hemolisis) dengan akibat anemia dan anoksemia.
Organisme semacam ini dinamakan organisme hemolitik.
Sifat-sifat
dapat membentuk enzim-enzim tersebut diatas merupakan sifat-sifat yang
konstitutif, dalam beberapa hal merupakan hasil mutasi; ada pula akibat dari
induk oleh substrat dalam jaringan tubuh. Katalase
adalah enzim yang menguraikan H2O2 menjadi H2O
menjadi H2O dan 1/2O2, nyatanya
mempunyai hubungan erat dengan tumbuhnya penyakit oleh spesies tertentu yang patogen
bagi manusia, biarpun mekanismenya yang tepat belum diketahui.
Patogenitas
terutama disebabkan oleh pembentukan toksin, maupun eksoenzim. Toksin-toksin
mikroba itu dapat dikeluarkan kedalam cairan sekitarnya, dan dinamakan eksotoksin, bila toksin itu tetap
berada dalam sel dan keluar setelah sel mengalami lisis, maka dinamakan endotoksin.
1.
Eksotoksin
Eksotoksin adalah protein dan sensitif
terhadap suhu diatas 70oC, terhadap alcohol 50oC,
formaldehida dan asam-asam encer. Jika dilakukan denaturasi sedang, eksotoksin itu kehilangan sifat racunnya, tetapi kebanyakan dari struktur kimianya tetap utuh, maka terbentuklah toksoid dan bila disuntikkan kedalam tubuh hewan, toksoid itu menimbulkan pembentukan antibodi (antitoksin). Antitoksin ini dapat menetralkan toksin aslinya. Dalam perdagangan telah beredar bermacam-macam antitoksin yang secara klinis dapat digunakan untuk pencegahan kerusakan atau kematian bila toksin itu belum melakukan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki (irreversible).
Beberapa eksotoksin hanya berbahaya bila tertelan, misalnya toksin Clostridium botulinum, beberapa spesies stafilokokus tertentu (keracunan makanan). Tetapi sebaliknya ada toksin yang bila dimakan tidak berbahaya (toksin difteri atau tetanus), tetapi bila disuntikkan atau diabsorpsi oleh darah dari luka-luka infeksi, meskipun dalam dosis yang kecil sekali, dapat mengakibatkan kematian; disini tampak pentingnya "fortal of entry". Kebanyakan eksotoksin bakteri mempunyai afinitas terhadap jaringan saraf dan seringkali terhadap otot jantung, ginjal, dan lain-lain jaringan khusus. Hal ini dapat mengakibatkan kerusakan prinsipil pada jaringan-jaringan tersebut. Kebanyakan dari toksin ini lebih kuat dari racun ular kobra, diantaranya yang paling beracun adalah toksin botulinum.
2.
Endotoksin
Kata “endotoksin” ini mempunyai arti yang
luas termasuk zat-zat toksis yang berasal dari komponen struktur mikroorganisme yang disebut toksin somatik. Tetapi kata endotoksin belakangan ini digunakan sebagai sinonim dari lipopolisakarida dinding sel bakteri gram negatif dan kadang-kadang dimaksudkan sebagai antigen somatik (O-antigen) dari Enterobacteriacea. Endotoksin adalah kompleks lipopolisakarida (kadang-kadang bergabung dengan protein dalam bentuk tidak murni) yang resisten terhadap panas, alkohol, dan asam-asam encer tidak dapat membentuk toksoid. Antigen yaitu dapat menimbulkan pembentukan antibodi, tetapi antibodi yang menetralkannya lebih sulit diperoleh daripada eksotoksin. Endotoksin ini sangat emetik dan pirogenik (menyebabkan muntah dan meningkatkan suhu).
Sumber : Buku Koes Irianto. 2006. Mikrobiologi (menguak dunia mikroorganisme). Bandung : Yrama Widya. Hal 112-114
Belum ada tanggapan untuk " SIFAT-SIFAT MIKROORGANISME PENYEBAB INFEKSI "
Post a Comment