Protoplasma
itu unik, bukan hanya karena terdiri dari molekul yang sangat khusus dan sangat
kompleks, tapi juga karena sifat fisiknya. Karena sangat kental, protoplasma nampak
seperti puding gelatin atau kadang seperti lem. Sifat fisik protoplasma ditentukan
oleh daerah antar-permukaan yang sangat luas antara beberapa molekul khusus,
terutama protein dan larutan protoplasma tempat protein berada. Berbagai reaksi
kehidupan dikatalisis di daerah antar-permukaan enzim. Tanah juga dicirikan
oleh daerah antar-permukaan yang amat besar antara partikel tanah liat (beserta
sedikit debu dan pasir) atau patikel humus dengan bahan lain di sekitarnya.
Teknologi banyak mengambil manfaat dari sistem seperti ini, misalnya, pada
bahan pelunak air, pengalih katalitik, dan banyak penggunaan lainnya.
Yang
penting dalam penentuan sifat fisik protoplasma ialah membran dan partikel yang
terlalu kecil untuk dapat ditarik oleh gravitasi tapi lebih besar daripada
atom, sejumlah molekul kecil, serta ion yang membentuk partikel linarut sejati.
Bila partikel yang lebih besar dimasukkan ke dalam air, kadang terbentuk
semacam lem, sehingga bahan tersebut dinamakan koloid. Kata tersebut berasal dari kata Yunani kolla yang berarti lem.
Mengapa
koloid tidak mengendap ? Karena mereka terus menerus berbenturan dengan
partikel sekitarnya, yaitu molekul air yang jauh lebih kecil dan bergerak
dengan cepat. Molekul air sangat kecil sehingga kecepatan acaknya bisa tidak
seimbang. Pada saat tertentu, ada peluang besar sebuah partikel koloid ditabrak
lebih kuat di satu sisi daripada di sisi lainnya. Bila partikel koloid diamati
di bawah mikroskop cahaya dengan penyinaran kuat dari salah satu sisi, akan
terihat bitnik cahaya (efek Tyndall,
yang pertama kali ditemukan oleh John Tyndall, 1820-1893). Semua bitnik tersebut
tampak menari berputar putar disertai banyak perbenturan acak setiap detiknya.
Partikel yang paling besar (paling terang) kurang lincah dibandingkan dengan
partikel yang lebih kecil (lebih gelap).
Itulah
gerak Brown, yang ditemukan oleh seorang
ahli botani berkebangsaan Skotlandia, Robert Brown, pada tahun 1827. Peristiwa
tersebut merupakan wujud dari teori kinetika yang amat indah, bahkan menakjubkan.
Gerak tak beraturan dan terus menerus ini menahan koloid untuk tidak diam.
Sesungguhnyalah, dapat kita gambarkan partikel koloid sebagai partikel bukan
linarut sejati, yang terlalu kecil untuk tetap tinggal dalam suspensi, karena
adanya gerak Brown. Partikel yang agak lebih besar lebih banyak memiliki
peluang untuk berbenturan secara acak di segala sisi, sehingga akan mendekati
nilai rerata untuk keseluruhan partikel. Tapi, perbenturan kinetik kalah
dibandingkan dengan gravitasi, sehingga partikel itu mengendap.
Partikel
terbesar yang menunjukkan gerak Brown berdiameter kira-kira 100 sampai 2000 nm,
bergantung pada bentuk dan kerapatannya. Karena panjang gelombang cahaya adalah
385 sampai 776 nm, maka hanya partikel koloid yang paling besar saja yang dapat
menghasilkan bayangan. Partikel kecil membiaskan
gelombang cahaya, sehingga menimbulkan efek Tyndall. Jadi, bukan partikel itu
sendiri yang sebenarnya terlihat dalam mikroskop cahaya. Mikroskop elektron,
yang bekerja dengan berkas electron yang mempunyai panjang gelombang kurang
dari 0,1 nm, dengan mudah menampilkan partikel koloid yang paling kecil
sekalipun, yang berdiameter sekitar 10 nm (partikel kecil merupakan linarut
sejati, tapi perbedaan ini memang tidak begitu jelas). Banyak partikel dalam
sel, termasuk ribosom dan semua molekul protein tunggal yang berupa enzim,
berada dalam rentang ukuran koloid.
Sebagian
besar partikel koloid dapat melintasi kertas saring, tapi tidak dapat menembus
selofan seperti yang dapat dilakukan oleh partikel linarut sejati. Partikel suspensi
terlalu besar untuk dapat melintasi kertas saring.
Walaupun
partikel koloid sangat kecil, permukaannya cukup besar bagi molekul air dan
partikel linarut di sekitarnya. Akibat lainnya dari ukuran kecil partikel
koloid ini adalah jumlah total permukaan partikel untuk volume tertentu menjadi
besar sekali.
Bayangkanlah
sebuah kubus dari bahan masif yang berukuran sisi 1 cm. Dengan 6 sisi, kubus
tersebut memiliki luas permukaan sebesar 6 cm2. Bila kubus dibelah
satu kali, akan didapatkan tambahan permukaan 2 cm2. Bila pembelahan
diteruskan sampai diperoleh sejumlah kubus dengan ukuran panjang sisi 10 nm,
jumlah luas permukaannya adalah 6.000.000 cm2 (600 m2).
Kubus dengan luas permukaan sebesar itu tingginya mencapai 10 m dan volumenya
1000 m3 ! Partikel koloid jarang yang berbentuk kubus, tapi
ukurannya kira-kira sama dengan itu.
Berbagai
reaksi kehidupan terjadi di permukaan, dan karenanya mudah dibayangkan betapa
luasnya daerah permukaan yang dipunyai sel tunggal saja. Begitu pula bagaimana
besarnya pengaruh hidrasi (daya matriks) pada lingkungan air dalam sel dan
tanah.
Sumber : Frank B. Salisbury & Cleon W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Bandung : ITB Press. Hal 65
Belum ada tanggapan untuk " KOLOID : KOMPONEN KHAS PROTOPLASMA "
Post a Comment